Pekalongan - IAIN Pekalongan bekali tim Pokja Kampung Ramah Anak tentang Konvensi Hak Anak (KHA) serta strategi menerapkan kesepakatan internasional tersebut dalam program Kampung Ramah Anak. Acara yang digelar di Laboratorium Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD) baru-baru ini menghadirkan fasilitator Nur Agustin, S. Psi, MA., dan Siti Mumun Muniroh, S. Psi., MA. “Ada empat prinsip utama konvensi hak anak. Non-diskriminasi; prinsip yang terbaik untuk anak; hak untuk hidup dan berkembang sesuai usia; serta hak ikut berpartisipasi,” papar Agustin.
Menurutnya, anak-anak tidak boleh dibedakan berdasarkan ras, suku, agama, warna kulit, asal-usul maupun status sosial ekonomi. Anak juga harus dijamin agar hidup dan berkembang sesuai tahapan usianya. “Tindakan-tindakan apa pun yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, atau yang kita lakukan wajib berorientasi pada kepentingan anak,” tandas pegiat Kota Layak Anak Kota Pekalongan.
Pasca pembekalan, sebanyak tiga puluh orang, yang tergabung pada pokja Kampung Ramah Anak Tirto akan bekerja selama 5 bulan ke depan, April-Agustus 2017. “Mereka diharapkan mampu menginisiasi, mengoptimalkan serta memastikan hak-hak dasar anak dapat terpenuhi,” jelas Mumun, Kajur Pendidikan Islam Anak Usia Dini, yang sekaligus ketua Pokja Kampung Ramah Anak.
Menurut Mumun, anak adalah aset bangsa, di tangan mereka masa depan bangsa Indonesia. Mereka perlu diperlakukan khusus agar fisik, mental dan spiritualnya tumbuh secara wajar. Sayangnya, semakin hari, kasus anak semakin kompleks. Mereka terus tereksplotasi, baik secara fisik maupun mental. Secara kuantitas, kasus yang terkait anak semakin meningkat; pekerja seks anak, anak jalanan, perdagangan anak, penculikan dan kekerasan anak, penyiksaan terhadap anak menghiasi ruang publik kita. “Program ini menjadi kebutuhan bersama, kampus mesti memberi jawaban atas problem sosial yang dihadapi anak-anak. Ini bagian dari usaha melahirkan ilmu, mengamalkannya untuk memperbaiki kondisi anak,” jelas dosen Psikologi Perkembangan.
Kerja kolaborasi Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M), Jurusan PIAUD dan LP-PAR Kota Pekalongan bertujuan mewujudkan kesejahteraan melalui terpenuhinya hak-hak dasar anak. Program ini bagian dari ikhtiar melahirkan laboratorium sosial berbasis program studi. Untuk mencapai tujuan tersebut, pokja melakukan riset bersama. “Yang pasti kita memulai dari asesmen kebutuhan bersama, ada riset kondisi anak, kita analisis juga,” sambung Mumun.
Dalam kegiatan ini, tim Pokja juga dibekali menyusun dan mengembangkan instrumen Kampung Ramah Anak. “Instrumen ini perlu disesuaikan dengan kondisi masyarakat, ajak anak-anak dampingan untuk merumuskan kebutuhan mereka,” pesan alumni Magister Psikologi UGM. Mereka menyepakati rumusan sementara Indikator Kampung Ramah Anak (IKRA) meliputi: aspek kelembagaan; hak sipil dan kebebasan; hak kesehatan dan kesejahteraan; lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif; hak pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya; serta perlindungan khusus. Masing-masing indikator diturunkan lagi menjadi sub-sub indikator yang jumlahnya mencapai lebih dari enam puluh butir.
Indikator di atas, nanti dijadikan sebagai acuan serta ukuran keberhasilan kinerja pokja. Sub indikator yang dimaksud antara lain; data pilah anak berdasarkan jenis kelamin dan umur; keterlibatan lembaga masyarakat dan dunia usaha untuk memenuhi hak anak; adanya gugus tugas, regulasi serta alokasi anggaran untuk kesejahteraan anak. Anak-anak juga perlu dilibatkan dalam rembug perencanaan pembangunan; hak hidup sehat; menikmati lingkungan yang bersih; mengakses pendidikan yang bermutu serta terproteksi dari segala bentuk eksploitasi dan kekerasan terhadap anak. “Saya percaya kerja akademisi IAIN. Kawasan Tirto dapat menjadi percontohan Kampung Ramah Anak di kota Pekalongan,” harapan Agustin penuh optimis.(@)